Pengalaman ini menjadi cerita pengalaman terakhir dari Merapi. Di sini bagaimana gambaran keadaan saat-saat dipengungsian. Ya, pasti pada tahu pengungsian itu tempatnya kaya apa. Semua bayangannya pasti langsung tempat yang penuh orang dan kumuh. Semua itu benar ada di pengungsian, tapi nggak semua semua keadaan dipengungsian itu juga penuh dengan kesedihan.
Selama aku menjadi relawan di tempat pengungsian tepatnya di daerah Prambanan (sudah masuk Klaten) selama dua hari, di sana bisa melihat hal-hal yang luar biasa. Awalnya aku kaget sekaget-kagetnya melihat kumpulan orang berkumpul dalam satu lingkungan yang penuh sesak. Rasanya tidak tega melihat apa yang ada di sana. Bayangkan, sebuah pendopo yang tanpa dinding dan beralas tikar diisi dengan puluhan orang, berkumpul dengan berbagai jenis orang baik yang tua maupun yang muda. Coba pikir, mereka harus kedinginan dan rasanya itu nggak nyaman banget. Sebenarnya bukan hanya pendopo saja, banyak tempat lainnya di daerah itu.
Kedatangan awal dimulai dengan mengangkat hasil sumbangan warga berupa karung beras dan sebagainya. Dilanjutkan dengan persiapan malamnya untuk menghibur para pengungsi. Mereka semua berkumpul dan senang sesaat. Malam itu juga cukup mengkhawatirkan, karena dari tempat pengungsian bisa melihat larva merapi yang meleleh dan mendengar dentumannya yang sangat terdengar.
Keesokan paginya aku masih membantu mengangkat barang-barang, dll. Cukup menelan ludah ketika mereka harus makan dengan seperti itu. Entah apa yang ada dipikiran mereka saat itu, aku nggak tahu apa. Aku sedih pula melihat kamar mandi yang begitu bau amis dan kotor. Mereka harus mau tidak mau menggunakannya. Jujur aku saja merasa mual. Tapi mereka harus rela dengan tidak layak. Kegiatan di sana yang dilakukan adalah membagikan mereka makan, membersihkan sampah, membersihkan kamar mandi, mengangkat hasil sumbangan, mendata pengungsi, dan yang pasti harus menghibur mereka.
Bila ingat saat mendata pengungsi, aku sempat mendata seorang perempuan yang sedang hamil 9 bulan lewat, yang sudah siap melahirkan dengan menunggu hari saja. Sempat kaget, karena bayangkan saja sudah mau lahir tapi ada di tempat pengungsian.
Ada juga saat para relawan menghibur anak-anak di pengungsian. Aku ingat ada anak kembar sekitar umur 9 tahun di sana, tapi lupa namanya. Aku cukup dekat sama mereka, namun hanya salah satu saja. Aku ngerasa punya adik saat itu. Saat itu permainannya mewarnai, dan aku membantu dia mewarnainya. Setelah selesai, ia dijemput Ayahnya, dan ia melambaikan tangannya ke arahku. Sungguh senang aku bisa membuat anak-anak di sana terhibur.
Di hari kedua, dari siang hingga malam hujan tak kunjung henti. Aku kasihan melihat para pengungsi kedinginan. Tapi karena hujan itu pula yang membuatku kurang sehat dan aku pun terserang Demam Berdarah. Bagiku, sakit yang kurasa saat itu belum ada apa-apanya dengan penderitaan para pengungsi. Aku berterima kasih bisa dikasih kesempatan buat melihat keadaan di tempat pengungsian yang akhirnya bisa membuat aku membuka mata dan hati tentang dunia ini.
0 komentar :
Posting Komentar