Rabu, 30 November 2011

Terserang Demam Berdarah


Badan sakit, pegal, terasa kaku dan rasanya malas untuk bergerak, itu yang awal dirasa saat sebelum aku sadar ku terserang penyakit demam berdarah. Waktu itu pas bangun tidur punggung rasanya pegal banget, sampai pengennya tiduran terus. Paling ku anggap itu hanya kecapean, namun lama-lama badan pun panas. Bisa dibilang meriang.

Akhirnya ku periksa ke dokter dan dokter pun tidak bilang kalau aku terserang penyakit, dia hanya bilang aku kecapean saja. Aku bersyukur tidak dinyatakan terserang penyakit. Tapi badan rasanya tidak kunjung sembuh, panas-dingin-panas-dingin. Seperti itu terus selama beberapa hari.

Aku disuruh cek ke dokter lagi yang hasilnya menyatakan trombositku turun. Aku disuruh cek kembali selang tiga hari, di sana aku cek darah kembali dan akhirnya aku dinyatakan terkena Demam Berdarah yang harus mondok di rumah sakit. Aku disuruh banyak minum karena darahku terlalu kental dan aku harus sering buang air kecil. Saat dirawat sebenarnya badanku sudah sedikit sehat, karena aku sudah melewati masa kritis dari demam berdarah.

Untuk kedua kalinya dirawat di rumah sakit. Namun bedanya kali ini aku sendirian untuk berada di rumah sakit. Aku sekamar dengan tiga pasien lainnya yang kurang lebih sama penyakitnya sepertiku. Aku begitu asing dengan rumah sakit, namun karena rumah sakitnya itu sendiri bersih dan nyaman bagiku untuk istirahat dengan pandangan langsung menuju Merapi yang usai meletus.

Mungkin di rumah sakit itu aku harus benar-benar mengerti, kalau hidup nggak selamanya ada yang menemani. Pasti suatu saat kita harus bisa bertahan seorang diri. Nah mungkin itu yang ku rasa saat itu. Bayangkan, dalam satu ruangan itu aku yang hanya seorang diri tanpa ditemani siapapun. Walaupun tiap malam kakak sepupuku menemaniku menginap disana, tapi pagi-pagi banget dia sudah harus pulang.
Berbeda dengan pasien lainnya yang ditemani selama di kamar itu. Sebelahku ditemani oleh orangtuanya dan di depanku ditemani oleh temannya. Jujur mungkin saat itu aku iri terhadap mereka. Tapi mau gimana lagi. Tapi orang tua disebelahku itu pun turut merawatku, ketika aku mau ke kamar mandi dan ganti baju.

Aku ingat saat itu merupakan hari Idul Adha (lebaran haji), aku di rumah sakit hanya bisa mendengar takbiran dari ruangan. Aku berharap bisa sembuh sebelum hari lebaran agar bisa shalat ied. Namun tahun itu aku belum bisa shalat ied.

Aku senang berada di rumah sakit saat itu, karena aku dapat banyak pelajaran dari yang namanya hidup. Mungkin dari deretan peristiwa yang aku alami sendiri ini, yang membuat aku kini mengerti kesederhanaan dan keistimewaan hidup. Dan aku menganggap bulan November tahun 2010 lalu menjadi kado istimewa untuk ulang tahunku.

0 komentar :

Posting Komentar

About Me

Foto Saya
Danu Arianto
Hai... Aku memanggil diriku sendiri dengan sebutan DNA. Asalnya sih dari namaku sendiri (D)a(N)u (A)rianto. Walaupun terkesan maksa, tapi lumayan banyak yang inget sama ID-ku ini :D jadi panggil aku DNA... Namaku Danu, kalau kata mamahku. Nama Danu itu diambil dari nama salah satu tokoh peran sandiwara yang dulu masih lewat Radio, namanya Kaman Danu. Mamahku dulu suka sama cerita drama tersebut. Maka pelampiasannya itu lari ke namaku, Danu. :)) Mengapa aku memakai kata Blangkon? Ya mungkin itu jadi pertanyaan tersendiri. Di sini aku juga menjabarkan dikit mengapa aku memilih kata itu. Blangkon itu kan sebenarnya penutup kepala seperti topi, tapi versinya orang-orang Jawa. Nah, berhubungan dengan orang Jawa. Saat aku membuat blog ini, aku sedang berada di DI Yogyakarta. Kan blangkon itu sendiri menjadi ciri khas Jogja. Bentuknya pun unik dan elegan bila dipakai. Oleh karenanya aku memilih nama Blangkon. Blangkon itu penutup kepala pria khas Jawa dan DNA itu asal namaku. Jadi, Blangkon DNA itu cerita ala Danu yang menjadi ciri khas tentang kesehariannya yang unik. :)
Lihat profil lengkapku








Terima Kasih - Thank You - Matur Nuwun