Tiga hari sebelum aku nulis tulisan ini, aku mendapat kabar
kalau teman ku (Danang nama samaran) sudah putus dengan pacarnya (Sarden nama
samaran). Aku kaget dengar kabar itu. Karena aku merasa mereka berdua itu sudah
saling mengisi. Aku mendapat kabar kalau penyebab mereka putus itu karena
hubungan jarak jauh dan jarang komunikasi. Aku pikir masa sih cuma karena hal
kayak gitu mereka putus. Tapi hal lain aku temukan setelah aku mendapatkan
infonya langsung dari Sarden.
Aku dikit demi sedikit mendengarkan cerita dari Sarden via
telepon. Aku yakin dan percaya kalau mereka putus bukan karena masalah jarak
dan komunikasi, namun ada hal lain yang bikin mereka harus berpisah. Aku kaget
sebenarnya mendengar penyebabnya itu, Sarden ternyata dilamar oleh teman
kerjanya yang sekaligus anak dari teman Bapaknya tanpa sepengatahuan dia, aku
lebih menyebutnya dengan perjodohan. Setuju?
Dan bukan perjodohan namanya kalau tidak ada unsur pemaksaan
oleh orang tua. Dan itu pun dialami oleh Sarden, ia dipaksa untuk menerima
lamarannya itu dan 6 bulan lagi dari bulan tulisan ini ia akan menikah. Aku
disaat itu nggak bisa ngasih solusi, aku hanya bisa bilang ini hanya kalian
yang bisa menyelesaikannya. Jujur saat aku mendengarkan cerita Sarden, mata ku
berkaca-kaca. Yang bikin aku berkaca-kaca dan menyentuh hati adalah ketika
cinta itu disandingkan oleh asal usul dan harta, ketika Danang pemula dalam
dunia kerja disandingkan dengan pegawai profesional. Semua itu akan menjadi
bahan pertimbangan yang penting bagi sebagian orang tua bahkan hampir semua
seperti itu.
Bingung juga ya kalau kita dapat situasi seperti itu, pasti
bingung antara pilih orang tua dan cinta. Walaupun cinta itu sendiri bisa
tumbuh kapan saja saat kita menjalani perjodohan itu. Orang tua selalu ingin
memberikan hal terbaik untuk anaknya, mereka tidak ingin anaknya mengalami
kegagalan di masa depan. Namun apakah cara terbaik itu dengan cara perjodohan?
Aku tidak tahu. Sebagai anak pun kita takut akan kualat doa orang tua, maka
dari itu kita sebagai anak hanya bisa diam dan mengikutinya. Namun apakah harus
selalu mengiyakan segala perintah orang tua? Lalu bagaimana dengan perasaan
kita yang menjalaninya?
Salam blangkon...
0 komentar :
Posting Komentar